
Sejarah Candi Ijo Prambanan – Ingin berkunjung ke tempat wisata sejarah Candi Ijo Prambanan Yogyakarta? Candi yang anti mainstream dan tak kalah menariknya dengan Candi Borobudur ini juga ternyata banyak dikunjungi oleh wisatawan, lho. Penasaran dengan hal-hal menarik dari candi ini? Simak semuanya di bawah ini, ya.
Lokasi Candi Ijo Prambanan Jogja sangat strategis dan indah, yaitu di atas perbukitan yang tinggi bernama Gumuk Ijo. Bahkan, kabarnya candi ini bertengger di area tertinggi di Yogyakarta (410 meter) sehingga sangat tepat untuk dijadikan tempat menikmati matahari tenggelam/sunset. Tidak hanya itu, pengunjung juga bisa melihat keindahan kota Yogakarta lengkap dengan perladangan dan pemandangan gunung Merapi.
Sejarah Candi Ijo Prambanan Yogyakarta
Candi Ijo di Jogja disebut demikian bukan karena memiliki candi berwarna hijau, melainkan karena berdiri perbukitan Gumuk Ijo. Nama Candi Ijo telah dikukuhkan dalam prasasti Poh pada tahun 906 Masehi.
Di atas prasasti Poh dituliskan penggalan berbahasa Jawa yang berbunyi, “…. Anak wanua I wuang hijo…” yang artinya anak desa, orang ijo. Hal ini bermakna bahwa ada seseorang yang berasal dari Desa Ijo sedang menghadiri upacara keagamaan.
Tempat wisata sejarah yang satu ini cukup luas, yaitu sekitar 0,8 hektar dan membentang dari barat hingga utara. Alamat Candi Ijo Prambanan di Yogyakarta berada di Desa Sambirejo, Sleman. Jika kamu datang dari Kota Solo, kamu bisa melewati jalan Prambanan untuk sampai kesini. Candi Ijo ini juga dekat dengan Candi Ratu Boko, yaitu hanya sekitar 4 km saja.
Sejarah Candi Ijo Yogyakarta berawal pada abad ke-9 saat candi ini pertama kali dibangun pada zaman Kerajaan Medang periode Mataram. Kerajaan Medang merupakan kerajaan yang didirikan oleh Sanjaya dan diprakarsai oleh Sailendra.
Baca Juga:
Misteri dan Sejarah Lawang Sewu Semarang yang Dikenal Angker
Ini Sejarah Kerajaan Demak : Letak, Pendiri, Raja, dan Peninggalannya
Awal mula keberadaan Kerajaan Medang teridentifikasi pada prasasti Canggal yang dulunya bernama Kerajaan Mataram. Menurut bahasa sanskerta, “Mataram” berarti ibu. Nama Medang muncul setelah disebutkan dalam prasasti Anjuk Ladang, prasasti Paradah, dan beberapa prasasti lainnya sehingga sejarawan akhirnya menyebutnya dengan Kerajaan Medang.

Saat membangun Candi Ijo, konon kabarnya bahan bangunannya menggunakan bebatuan dari berbagai tempat, termasuk juga dari bebatuan Gunung Merapi. Tak heran jika struktur bangunannya cukup kokoh hingga saat ini.
Penentuan lokasi pembangunan candi juga memiliki aturan dan syarat khusus yang ditulis dalam kitab-kitab kuno. Salah satu syarat tersebut adalah lokasinya harus dekat dengan sumber mata air dan dibangun di atas tanah yang subur.
Hal inilah yang membuat Candi Ijo dibangun di atas perbukitan yang asri. Sejauh ini, belum diketahui secara pasti mengapa sebuah candi tidak boleh dibangun di sembarang tempat.
Candi ini dibangun dengan tujuan untuk pemujaan para dewa bagi umat Hindu. Meskipun hanya sebagai tempat pemujaan, Kerajaan Medang tidak main-main dalam membuatnya. Setiap sudut dan dinding candi menampakkan karya arsitektur yang luar biasa dengan nilai seni yang tinggi. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya ukiran dan arca dengan pahatan yang detail.
Semasa pemerintahan Kerajaan Medang, ada banyak candi-candi lain yang juga dibangun, seperti Candi borobudur, Candi Prambanan, Candi Kalasan, dan masih banyak lagi. Tak heran jika Kerajaan Medang disebut juga dengan negeri pembangun candi.
Pada masa pemerintahannya juga ada banyak sekali karya seni dan arsitektur lain dengan budaya Jawa yang sangat kental. Bahkan, struktur bangunannya pun didirikan dengan pola yang indah. Tidak hanya itu, setiap pola dan patung-patung yang disimpan didalamnya memiliki filosofi yang dalam.
Pada Candi Ijo misalnya, terdapat patung sepasang Lingga dan Yoni yang disangga oleh seekor ular berkepala kura-kura. Menurut mitos agama Hindu. patung ini ternyata lambang dari penyangga bumi. Dengan begitu, bisa dikatakan bahwa Candi Ijo merupakan lambang dari garis sumbu bumi.
Candi Ijo memiliki pola bangunan yang cukup unik dan berbeda dengan candi-candi lainnya yang ada di Jogja. Jika kebanyakan candi di Jogja memiliki pola bangunan yang memusat ke tengah, beda halnya dengan Candi Ijo. Pola bangunan Candi Ijo meninggi ke belakang, yang ternyata merupakan pola bangunan khas daerah Jawa Timur.
Dengan adanya pola bangunan yang meninggi ke belakang, membuat bangunan Candi Ijo memiliki teras bertingkat. Candi ini memiliki 11 teras berundak dengan 17 struktur bangunan. Setiap struktur bangunan juga diletakkan pada setiap teras berdasarkan tingkat kesakralannya.

Teras pertama merupakan halaman sebagai akses pintu masuk menuju teras berundak. Teras berundak ini cukup lebar yang membujur dari barat ke timur. Di depan pintu masuk teras pertama ini terdapat ukiran yang disebut Kala Makara. Menurut bahasa sanskerta, ‘Kala’ berarti mulut raksasa dan ‘Makara’ berarti badan naga.
Teras paling atas ditujukan untuk bangunan yang dipercaya paling sakral. Hingga saat ini, bangunan ini masih terjaga kondisinya dan masih utuh seperti saat pertama kali dibangun. Di teras paling atas ini terdapat tiga candi perwira dan satu candi utama.
Ketiga candi perwira di teras paling atas melambangkan penghormatan kepada tiga dewa trimurti, yaitu Dewa Wisnu, Dewa Brahma, dan Dewa Siwa. Setiap candi perwira memiliki keunikan yang berbeda-beda. Di dalamnya terdapat ruangan dengan jendela berbentuk belah ketupat. Salah satu candi perwira tersebut dipugar pada tahun 2013 untuk menjaga keutuhan kondisinya.
Di teras paling atas pada Candi Ijo Prambanan terdapat ada sebuah ruangan dengan bak tempat api pengorbanan. Bak ini disebut dengan homa yang memiliki banyak lubang udara di bagian tembok belakangnya. Tempat api pengorbanan ini dibuat karena umat Hindu memuja Dewa Brahma.
Selain candi perwira, ada juga candi utama yang berada di tengah kompleks candi. Ukurannya paling besar diantara cand-candi yang lainnya, dengan bentuk persegi empat yang berdiri di kaki candi.
Setiap teras memiliki keistimewaan dan keunikannya tersendiri. Kabarnya, terdapat prasasti batu yang terpahat mantra-mantra kutukan di teras ke-9. Mantra-mantra ini ditulis sebanyak 16 kali yang salah satu mantranya tertulis “Om Sarwwaainasa, Sarwwainasa”. Prasasti dengan mantra kutukan ini kabarnya berhubungan erat dengan peristiwa penting yang terjadi di daerah Jawa saat itu sehingga diabadikan oleh Kerajaan Medang.
Baca Juga:
Peninggalan Sejarah Kerajaan Tarumanegara Lengkap dan Silsilah Raja-raja
Sejarah Kerajaan Mataram Kuno dan Mataram Islam
Bentuk atap Candi Ijo cukup unik dengan undakan yang banyak dan masing-masing undakannya memiliki 3 stupa berukuran kecil. Di antara bagian dinding dan atap terdapat banyak pahatan raksasa kerdil dan sulur-suluran dengan pola berseling. Sedangkan, di sepanjang tepinya terdapat deretan bingkai berpola kala dengan arca setengah badan yang menggambarkan Dewa Trimurti.
Seperti candi-candi di Jogja pada umumnya, Candi Ijo Prambanan juga memiliki corak budaya agama Hindu. Hal ini disebabkan karena pada saat pembangunan candi tersebut, agama Islam belum masuk ke Indonesia.
Nah, itu tadi sejarah Candi Ijo Prambanan Yogyakarta yang mengagumkan. Bagi kamu yang tertarik untuk berkunjung ke Candi Ijo Prambanan, tiket masuk yang dipatok adalah sekitar Rp5.000 saja dan tempat ini buka setiap hari. Untuk mendapatkan pemandangan terbaik, waktu berkunjung yang direkomendasikan adalah sore hari agar bisa menikmati sunset.